Sholat adalah amal perbuatan manusia yang pertama kali akan dihisab
di hari Kiamat. Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits
Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 864
, di
shohiihkan
oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله
عنه dimana beliau berkata bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا
يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ
الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ
أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ
كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا
شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ
تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ
تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
Artinya:
“Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya. Robb kita ‘Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat-Nya -sedangkan Dia lebih mengetahui-, “Perhatikan sholat hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang?”
Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allooh berfirman, “Perhatikan lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan sholat sunnah?”
Jikalau terdapat sholat sunnahnya, Allooh berfirman, “Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada sholat wajib hamba-Ku itu dengan sholat sunnahnya.”
Kemudian semua amal manusia akan dihisab dengan cara demikian.”
Tentang sholat ini, kaum Muslimin diperintahkan untuk menegakkan
sholat fardhu itu 5X sehari, namun tidak sedikit diantara kaum Muslimin
yang belum mengetahui tata cara sholat yang sesuai tuntunan Rosuul-nya
صلى الله عليه وسلم
; padahal Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
telah bersabda, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory
no: 631, dari Shohabat bernama Maalik bin Al Huwairits رضي الله عنه
ketika beliau bersama rombongan 20 orang menginap 20 hari di Madinah
untuk mempelajari tentang Islam dan selanjutnya agar diajarkan kepada
kaumnya, lalu disela-sela itu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda
:
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيتُمُوْنِي أُصَلِي
Artinya:
“
Dan sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.”
Oleh karena itu hendaknya kaum Muslimin mengikuti gerakan-gerakan
sholat sebagaimana yang dituntunkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,
karena itu adalah amalannya yang pertama kali akan dihisab di hari
Kiamat.
Berikut ini akan diuraikan tentang Gerakan-Gerakan Sholat beserta
dalil-dalilnya dari Al Quran dan As Sunnah; dimana hal ini berlaku bagi
laki-laki maupun perempuan, sama saja.
1. SHOLAT DENGAN BERDIRI / DUDUK / BERBARING :
Apabila seseorang hendak memulai sholat, maka ia berdiri menghadap Kiblat atau kearah Kiblat, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam
QS. Al Baqoroh (2) ayat 238-239 :
حَافِظُواْ عَلَى
الصَّلَوَاتِ والصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُومُواْ لِلّهِ قَانِتِينَ ﴿٢٣٨﴾
فَإنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً فَإِذَا أَمِنتُمْ فَاذْكُرُواْ
اللّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ ﴿٢٣٩﴾
Artinya:
(238) “
Peliharalah segala sholat-(mu), dan (peliharalah) sholat wusthoo. Berdirilah karena Allooh (dalam sholatmu) dengan khusyu`.
(239)
Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka sholatlah
sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman,
maka sebutlah Allooh (sholatlah), sebagaimana Allooh telah mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Apabila ia tidak sanggup untuk berdiri akibat suatu udzur (antara lain sakit, dan sebagainya)
maka ia dapat sholat dengan duduk ataupun berbaring,
sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no:
1117, dari Shohabat ‘Imron bin Hushoin رضي الله عنه, beliau berkata:
” كانت بي بَوَاسير،
فسألت رسولَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فقال : ” صلِّ
قائماً ، فإنْ لم تستطعْ ؛ فقاعداً ، فإن لم تستطعْ ؛ فعلى جنبٍ “
Artinya:
“Aku menderita wasir, maka aku bertanya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “
Sholatlah engkau dengan berdiri. Jika kamu tidak mampu maka duduklah. Dan jika kamu tidak mampu maka berbaringlah.”
2. MENGHADAP KIBLAT :
Jika seorang Muslim berada di kawasan atau belahan dunia dimana dia
tidak memungkinkan untuk melihat Ka’bah, maka hendaknya dia mengetahui persis arah Kiblat, dimana dia harus mengarahkan sholatnya kearah Kiblat tersebut, sebagaimana dalam
QS. Al Baqoroh (2) ayat 115 berikut ini:
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
“
Dan kepunyaan Allooh-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu
menghadap di situlah wajah Allooh. Sesungguhnya Allooh Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini ditafsirkan oleh Imaam Mujaahid رحمه الله, beliau berkata, “
Dimanapun kalian berada, hadapkanlah wajah kalian pada Kiblat Allooh سبحانه وتعالى.
Karena kalian memiliki Kiblat yang kalian berkiblat padanya, yaitu Ka’bah.” (Tafsir Imaam Ibnu Katsir Jilid I halaman 391)
Akan tetapi
jika seorang Muslim sedang berada dihadapan Ka’bah, maka dia wajib menghadapkan tubuh dan wajahnya ke Ka’bah, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam
QS. Al Baqoroh (2) ayat 144 berikut ini:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ
وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ
وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ
وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ
لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ
عَمَّا يَعْمَلُونَ ﴿١٤٤﴾
Artinya:
“
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Robb-nya; dan Allooh sekali-kali tidak lengah dari
apa yang mereka kerjakan.”
Juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 6251 dan
Imaam Muslim no: 397, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ
Artinya:
“
Jika kamu berdiri sholat, maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke Kiblat, kemudian bertakbirlah.”
3. TAKBIIROTUL IHROM :
3.1. Membarengkan niat sholat dalam hati bersamaan (berdekatan dengan) gerakan Takbirotul Ihrom.
A) NIAT SHOLAT KARENA ALLOOH, DIDALAM HATI:
Adapun berkaitan dengan masalah
Niat Sholat, maka
sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1, dari Shohabat
‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya:
“
Sesungguhnya seluruh amalan itu (hendaknya) dibarengi oleh niat dan sesungguhnya setiap orang berhak mendapat dari apa yang diniatkannya.”
Artinya
setiap orang yang hendak sholat, usahakan membarengkan niat sholatnya dengan awal sholatnya; dalam hal ini Takbiirotul Ihroom.
Dan
tidak perlu melafadzkan “Usholli….” melalui mulutnya, akan tetapi
niat tersebut cukup digerakkan dan disengajakan oleh hatinya bahwa dia akan sholat.
B) MENGANGKAT KEDUA TANGAN:
Mengangkat kedua tangan saat Takbiirotul Ihroom dijelaskan dalam
Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 753 dan Imaam At Turmudzy no: 240,
dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh
Nashiruddin Al Albaany:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ فِى الصَّلاَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ مَدًّا
Artinya:
“
Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
jika memasuki sholat, maka beliau صلى الله عليه وسلم
mengangkat kedua tangannya sembari menjulurkannya.”
3.2. Adapun posisi tangan saat Takbiirotul Ihrom, bisa dengan 2 pilihan cara:
C) MENGANGKAT KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR BAHU:
Adapun posisi kedua tangan tersebut sejajar dengan bahu adalah
dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 722, dari Shohabat
‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin
Al Albaany:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ رَفَعَ
يَدَيْهِ حَتَّى تَكُونَ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ
Artinya:
“
Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
jika berdiri sholat, beliau صلى الله عليه وسلم
mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya.”
Juga beliau رضي الله عنه berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى
يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ
الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ
Artinya:
“
Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
apabila membuka sholat, maka beliau صلى الله عليه وسلم
mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, dan ketika akan ruku,’ dan ketika bangun dari ruku’. Tetapi tidak mengangkat kedua tangannya diantara dua sujud.”
(Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 390, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه)
D) MENGANGKAT KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR KEDUA DAUN TELINGA:
Akan tetapi terdapat Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Al Jaruud dalam Kitab “
Al Muntaqo” no: 202, dari Waa’il bin Hujr رضي الله عنه. Bahwa beliau berkata:
لأنظرن الى صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم قال فلما افتتح الصلاة كبر ورفع يديه فرأيت إبهاميه قريبا من أذنيهوَذَكَرَ الْحَدِيثَ ، فَسَجَدَ فَوَضَعَ رَأْسَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ عَلَى مِثْلِ مِقْدَارِهِمَا حِينَ افْتَتَحَ الصَّلاَةَ
Artinya:
“
Sungguh aku melihat Sholat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
dimana ketika beliau صلى الله عليه وسلم
membuka sholat, beliauصلى الله عليه وسلم
bertakbir dan mengangkat kedua tangannya sehingga aku lihat kedua ibu jarinya dekat dengan kedua telinganya.”
Dan juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 18869, dari
Shohabat Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Syu’aib
Al Arna’uuth, bahwa beliau رضي الله عنه melihat:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يرفع يديه حين افتتح الصلاة حتى حاذت إبهامه شحمة أذنيه
Artinya:
“
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
mengangkat kedua tangannya ketika membuka sholat sehingga kedua ibu jarinya sejajar dengan daun kedua telinganya.”
Jadi ada 2 pilihan bagi posisi mengangkat tangan tersebut, boleh
sejajar dengan bahu, dan boleh pula sejajar dengan kedua daun telinga.
3.3. Posisi jari-jemari tangan tidak rapat dan tidak terlalu renggang (biasa saja).
3.4. Hadapkan telapak tangan kearah Kiblat.
3.5. Posisi tangan setelah Takbiirotul Ihroom :
A) MELETAKKAN TANGAN KANAN DIATAS TANGAN KIRI, DIATAS DADA
Setelah Takbir “
Alloohu Akbar” usai, letakkanlah
tangan kanan diatas tangan kiri,
diatas dada.
Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hudzaimah no: 479, dari Shohabat Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, berikut ini:
صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ووضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
Artinya:
“
Aku sholat bersama Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
dan beliau meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya DIATAS DADANYA.”
B) 3 POSISI PELETAKAN TANGAN KANAN DIATAS TANGAN KIRI
Hal ini dilakukan dengan 3 pilihan cara, sesuai dengan kondisi
kepadatan jama’ah sholat, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Abu
Daawud no: 727 dan Imaam Ahmad no: 18890, dari Shohabat Waa’il bin Hujr
رضي الله عنه berikut ini:
ثم وضع يده اليمنى على كفه اليسرى والرسغ والساعد
Artinya:
“…
Kemudian beliau (Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
) meletakkan tangan kanannya diatas punggung telapak tangan kirinya dan atau pada pergelangan tangan kirinya dan atau pada punggung tangan kirinya…”
Bahkan terdapat dalam riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 740 dari Sahl bin Sa’adرضي الله عنه bahwa beliau رضي الله عنه berkata,
كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلاَةِ
Artinya:
“
Adalah orang-orang diperintahkan agar meletakkan tangan kanannya diatas siku tangan kirinya dalam sholat…”
Adapun
meletakkan kedua tangan dibawah dada (di pusar / di pinggang sebelah kiri), maka semua itu
adalah Haditsnya LEMAH.
B-1. Posisi telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri, saat sholat sendirian atau kondisi jamaah sholat longgar.
B-2. Posisi telapak tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat agak padat.
B-3. Posisi telapak tangan kanan menggenggam punggung tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat padat.
3.6. Tujukan pandangan mata kearah tempat sujud. Dan dilarang
pandangan mata bergentayangan keatas – kebawah – kekiri dan kekanan.
ARAH MATA SAAT SHOLAT :
Imaam Muhammad bin Siriin رحمه الله berkata, “
Para Shohabat mengangkat pandangan mereka ke langit dalam sholat. Akan tetapi ketika ayat ini (QS Al Mu’minuun (23) ayat 1-2) turun, maka mereka menundukkan pandangan mereka ke tempat sujud mereka.” (Tafsiir Imaam Ibnu Katsiir Jilid 5 halaman 461)
Berikut ini adalah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam
QS. Al Mu’minuun (23) ayat 1-2 tersebut :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾
Artinya:
(1) “
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(2)
(yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam sholatnya.”
Dan sebagaimana terdapat keterangan dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها
bahwa sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Haakim dalam Kitab “
Al Mustadrok” no: 1761 dan kata beliau keterangan itu disebutnya sebagai Hadits yang
Shohiih,
memenuhi syarat Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim, hanya saja
mereka tidak mengeluarkannya; juga diriwayatkan oleh Al Imaam Al Baihaqy
dalam “
As Sunnan Al Kubro” no: 9726, dan syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam “
Sifat Sholat Nabi” Jilid 1 halaman 232 menyetujui pen
shohiihan
keduanya. Bahwa ‘Aa’isyah رضي الله عنها mengagumi seorang Muslim ketika
masuk Ka’bah mengangkat pandangannya kearah atap Ka’bah, berdoa sebagai
bentuk pengagungan terhadap Allooh سبحانه وتعالى, lalu ketika itu
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم masuk, sedangkan Rosuulullooh صلى الله
عليه وسلم tidak meninggalkan pandangannya dari tempat sujudnya sehingga
dia keluar dari Ka’bah.
Syaikh Al ‘Utsaimiin رحمه الله menjelaskan dalam Syarah beliau terhadap Kitab
Zaadul Mustaqni’ Jilid 3 halaman 15, bahwa mengarahkan pandangan kearah tempat sujud adalah menjadi sikap kebanyakan ahlul ‘Ilmu.
Demikian pula Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Kitab “
Sifat Sholat Nabi”
Jilid 1 halaman 233 mengatakan bahwa pendapat inilah yang benar dari
madzab Hanafi; yaitu bahwa beliau menganjurkan agar seseorang yang
sholat mengarahkan pandangannya ke tempat sujudnya, karena yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada khusyu’ dan itulah yang benar.
4. RUKUU’ :
Adapun ketika rukuu’, maka ikutilah tuntunan gerakan tangan dan tubuh sebagaimana berikut ini:
A) GERAKAN TANGAN KETIKA RUKUU’
Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, ketika
bertakbir untuk rukuu’ dan ketika bangun dari rukuu’ adalah dijelaskan
di dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 735 dan Imaam An
Nasaa’I no: 1059, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه,
bahwa:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ
مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ
وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا
Artinya:
“
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya ketika memulai sholat dan ketika bertakbir untuk rukuu’ dan ketika beliau صلى الله عليه وسلم
bangun dari rukuu’.”
B) LETAK TANGAN DISAAT RUKUU’
Posisi jari-jari tangan setelahnya adalah berada di lutut (bukan di paha, dan bukan di betis)
Meletakkan kedua tangan tersebut diatas lutut tersebut adalah sesuai
dengan Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 747, dan dishohiihkan oleh
Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه,
beliau berkata:
عَلَّمَنَا رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الصَّلاَةَ فَكَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ
فَلَمَّا رَكَعَ طَبَّقَ يَدَيْهِ بَيْنَ رُكْبَتَيْهِ قَالَ فَبَلَغَ
ذَلِكَ سَعْدًا فَقَالَ صَدَقَ أَخِى قَدْ كُنَّا نَفْعَلُ هَذَا ثُمَّ
أُمِرْنَا بِهَذَا يَعْنِى الإِمْسَاكَ عَلَى الرُّكْبَتَيْنِ
Artinya:
“
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
mengajari kami sholat, lalu beliau صلى الله عليه وسلم
bertakbir dan mengangkat kedua tangannya, dan ketika rukuu’ beliau صلى الله عليه وسلم
meletakkan kedua tangannya diatas lututnya.”
Dimana yang demikian itu dibenarkan oleh Sa’ad رضي الله عنه, dengan mengatakan, “
Kami mengerjakan ini, kemudian kami diperintahkan dengan ini, yaitu memegang kedua lutut.”
C) KEADAAN TUBUH PADA SAAT RUKUU’
- Punggung harus rata
- Kepala tidak mendongak keatas dan tidak menunduk kebawah, melainkan harus lurus.
Hal ini adalah dijelaskan dalam dalil-dalil berikut ini:
Gerakan tubuh ketika rukuu’ adalah sebagaimana dalam Hadits Riwayat
Al Imaam Muslim no: 1138, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa beliau رضي
الله عنها berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ
وَالْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) وَكَانَ إِذَا
رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلِكَنْ بَيْنَ ذَلِكَ
وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى
يَسْتَوِىَ قَائِمًا وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ لَمْ
يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ جَالِسًا وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ
رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى
وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ
الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ
السَّبُعِ وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلاَةَ بِالتَّسْلِيمِ
Artinya:
“
Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
membuka sholat dengan Takbir dan membuka bacaan dengan “Alhamdulillaahirrobbil ‘aalamiin”. Dan jika beliau صلى الله عليه وسلم
rukuu’, beliau صلى الله عليه وسلم
tidak menengadahkan kepalanya keatas, akan tetapi tidak juga menundukkannya, tetapi diantara keduanya (rata). Dan jika beliau صلى الله عليه وسلم
bangun dari rukuu’, beliau صلى الله عليه وسلم
tidak langsung bersujud sehingga berdiri tegak terlebih dahulu. Dan apabila beliau صلى الله عليه وسلم
mengangkat kepalanya dari sujud, belum sujud lagi sehingga duduk dengan lurus. Dan beliau صلى الله عليه وسلم
pada setiap dua rokaat membaca Tahhiyyat dimana beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Dan beliau صلى الله عليه وسلم
melarang dari duduk syaithoon. Dan melarang seseorang menghamparkan
kedua sikunya sebagaiman terkaman binatang buas. Dan beliau صلى الله عليه وسلم
menutup sholatnya dengan Salam.”
Dan beliau صلى الله عليه وسلم meratakan punggungnya pada saat rukuu’.
Hal ini sebagaimana terdapat Hadits diriwayatkan oleh Imaam Ibnu
Maajah no: 872, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dari
Waabishoh bin Ma’bad رضي الله عنه, bahwa beliau berkata:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي . فكان إذا ركع سوى ظهره حتى لو صب عليه الماء لاستقر
Artinya:
“
Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
sholat, beliau صلى الله عليه وسلم
meratakan punggungnya sehingga kalau ditumpahkan air niscaya air tersebut tidak tumpah.”
D) LAMANYA RUKUU’
Sedangkan lamanya seseorang rukuu’ adalah dijelaskan dalam Hadits
Riwayat Al Imaam Muslim no: 1085, dari Baroo’ bin ‘Aazib رضي الله عنه,
beliau berkata:
رَمَقْتُ الصَّلاَةَ مَعَ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم فَوَجَدْتُ قِيَامَهُ فَرَكْعَتَهُ
فَاعْتِدَالَهُ بَعْدَ رُكُوعِهِ فَسَجْدَتَهُ فَجَلْسَتَهُ بَيْنَ
السَّجْدَتَيْنِ فَسَجْدَتَهُ فَجَلْسَتَهُ مَا بَيْنَ التَّسْلِيمِ
وَالاِنْصِرَافِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
Artinya:
“
Aku sholat bersama Muhammad صلى الله عليه وسلم
lalu aku
dapati berdirinya, rukuu’nya, i’tidaal-nya setelah rukuu’, dan
sujudnya, dan duduknya diantara dua sujud, dan sujudnya dan duduknya
diantara Salam dan berpaling; adalah mendekati sama (lamanya).”
5. I’TIDAAL :
Jika kita selesai melaksanakan rukuu’ sebagaimana penjelasan diatas, maka gerakan berikutnya adalah I’tidaal; yaitu
gerakan yang dilakukan antara rukuu’ dan sujud. Dimana kita bangun dari rukuu’, kemudian berdiri tegak lurus sejenak, kemudian berikutnya sujud.
Hal ini sebagaimana kita dapati Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melaksanakan dan mencontohkannya sebagai berikut:
5.1.
PERINTAH UNTUK BERDIRI TEGAK LURUS SAAT I’TIDAAL
Meluruskan seluruh sendi tubuh, terutama punggung ke tempat semula,
sehingga kita berada dalam posisi berdiri tegak. Hal ini ditegaskan
dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 10812, dan Syaikh Syu’aib Al
Arnaa’uth meng-
Hasankannya. Bahkan Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab “
Shohiih At Targhiib wat Tarhiib” no: 531 mengatakan Hadits ini
Shohiih Lighoirihi, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لا ينظر الله إلى صلاة رجل لا يقيم صلبه بين ركوعه وسجوده
Artinya:
“
Allooh tidak akan memandang pada sholat seseorang yang tidak menegakkan tulang rusuknya antara rukuu’-nya dan sujud-nya.”
5.2. POSISI BADAN TEGAK LURUS SAAT I’TIDAAL
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 498 dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa:
وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا
Artinya:
“
Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’, tidak bersujud sehingga berposisi berdiri tegak lurus.”
Bahkan lebih jelas lagi adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory dalam
Shohiih-nya no: 828, dimana para Shohabat menggambarkan bahwa:
وَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ
يَدَيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ
اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ
Artinya:
“
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
apabila rukuu’ maka kedua tangan beliau صلى الله عليه وسلم
menggenggam kedua lutut, kemudian meluruskan punggungnya dan apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’ beliau صلى الله عليه وسلم
berdiri tegak sehingga setiap sendi kembali ke tempat semula.”
5.3. THUMA’NINAH DALAM I’TIDAAL
Thuma’ninah artinya berhenti sejenak (sejenak itu adalah
lama waktunya sekedar seorang mengucapkan satu kali tasbih), antara satu
gerakan ke gerakan yang lainnya.
Dimana
thuma’ninah ini dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al
Imaam Al Bukhoory no: 6667 dan Al Imaam Muslim no: 397, dari Shohabat
Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
bersabda:
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
Artinya:
“
Kemudian rukuu’-lah kamu sehingga thuma’ninah dalam keadaan rukuu’; kemudian bangkitlah kamu dari rukuu’ sehingga kamu I’tidaal dalam keadaan berdiri thuma’ninah, kemudian sujudlah sehingga kamu sujud dalam keadaan thuma’ninah.”
5.4. POSISI TANGAN SAAT I’TIDAAL
Tentang
posisi tangan pada saat I’tidaal yang tepat adalah kembali
meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri diatas dada (dengan 3 pilihan posisi sebagaimana telah dijelaskan diatas dalam masalah posisi tangan setelah takbiirotul ihroom).
a) Posisi telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri, saat sholat sendirian atau kondisi jamaah sholat longgar.
b) Posisi telapak tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat agak padat.
c) Posisi telapak tangan kanan menggenggam punggung tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat padat.
Adapun yang menjadi dalil terhadap hal itu adalah apa yang
diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory dalam Shohiih-nya no: 740, dari
salah seorang Shohabat bernama Sahl bin Sa’ad رضي الله عنه, beliau
berkata:
كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلاَةِ
Artinya:
“
Adalah orang-orang (para Shohabat) diperintahkan (– tentunya oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
– pen.) agar seseorang meletakkan tangan kanannya diatas siku kirinya dalam sholat.”
Hal ini tidak aneh,
karena posisi tangan dalam sholat adalah asal muasalnya seperti ini, sebagaimana telah terdahulu penjelasannya.
Ketika kita merubah posisi tangan kita, itu adalah disebabkan adanya dalil yang menyebabkan kita mengikuti tuntunannya,
seperti saat rukuu’ dimana kedua tangan kita itu di lutut; dan ketika
sujud maka kedua tangan kita itu menapak ke tanah; dan ketika duduk
antara dua sujud; juga tasyahhud maka tangan kita itu diatas paha.
Semua posisi tangan kita itu adalah pada posisi tangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,
maka
ketika tidak ada penjelasan dimana letak posisi tangan kita disaat
I’tidaal, otomatis tangan kita itu adalah kembali ke posisi semula, karena kita sadari bersama bahwa saat ini kita sedang sholat.
Sedangkan posisi tangan pada saat sholat adalah tangan kanan diatas tangan kiri diatas dada. Yang demikian itu lah yang menjadi jawaban Syaikh Al ‘Utsaimin رحمه الله dalam “
Koleksi Fatwa dan Risalah”-nya no: 450.
6. SUJUD :
6.1. URUTAN GERAK MENUJU SUJUD
A) MENGANGKAT KEDUA TANGAN, SEBAGAIMANA GERAKAN TAKBIIROTUL IHROOM
Kemudian apabila seorang Muslim hendak bergerak menuju sujud maka ia
mengangkat kedua tangan terlebih dahulu sebagaimana gerakan takbiirotul
ihroom yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 390, dari
Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه berikut ini bahwa beliau
berkata:
إِذَا افْتَتَحَ
الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ
يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ
السَّجْدَتَيْنِ
Artinya:
“
Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
apabila membuka sholat, maka beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, dan ketika akan ruku,’ dan ketika bangun dari ruku’. Tetapi tidak mengangkat kedua tangannya diantara dua sujud.”
B) BERGERAK TURUN MENUJU SUJUD
Dan mengucapkan “
Alloohu Akbar” ketika ia turun menuju
sujud, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory
no: 803 dan Al Imaam Muslim no: 392, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله
عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم :
ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا
Artinya:
“
Mengatakan “Alloohu Akbar” ketika turun menuju Sujud.”
C) MELETAKKAN TANGAN TERLEBIH DAHULU SEBELUM LUTUT
Ketika hendak sujud maka letakkanlah tangan terlebih dahulu sebelum
lutut, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 840, di
shohiihkan
oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله
عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya:
“
Jika seorang dari kalian sujud maka janganlah kalian
turun merunduk sebagaimana apa yang dilakukan oleh onta, akan tetapi
letakkanlah kedua tangan sebelum kedua lutut.”
Adapun
Hadits yang menyatakan hendaknya kedua lutut terlebih
dahulu daripada kedua tangannya, maka Hadits itu tergolong Hadits yang
lemah (dho’iif), sebagaimana diriwayatkan oleh Al
Imaam Abu Daawud no: 838, Al Imaam At Turmudzy no: 268 dan Al Imaam Ibnu
Maajah no: 882 dan Al Imaam An Nasaa’i no: 1089, sebagaimana hal ini
telah dinyatakan ke-
dho’iif-annya oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany. Yaitu melalui Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, beliau berkata:
رَأَيْتُ النَّبِىَّ صلى
الله عليه وسلم إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا
نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya:
“
Aku melihat Nabi صلى الله عليه وسلم
apabila beliau sujud, maka beliau صلى الله عليه وسلم
meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan apabila bangun, maka beliauصلى الله عليه وسلم
mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya.”
Walaupun demikian, Ibnu Taimiyyah رحمه الله dalam Kitab “
Majmu Al Fatawa” Jilid 22 halaman 449, berkata: “
Adapun
sholat dengan kedua cara ini (mendahulukan kedua tangan sebelum kedua
lutut atau kedua lutut sebelum kedua tangan – pen.) adalah dibolehkan
sesuai dengan apa yang disepakati para ‘Ulama, yaitu
jika orang yang sholat mau, maka dia boleh meletakkan kedua lututnya
sebelum kedua tangannya. Dan jika dia mau maka dia boleh meletakkan
kedua tangannya kemudian kedua lututnya. Dan sholatnya sah dalam kedua keadaan ini, sesuai dengan kesepakatan para ‘Ulama.”
Sikap ini juga menjadi sikap yang diambil oleh Syaik ‘Abdul Aziiz bin Baaz dan Syaikh ‘Utsaimiin رحمهما الله.
D) IMAAM TERLEBIH DAHULU, BARU MA’MUM
Sebagai suatu
catatan yang harus diperhatikan terutama ketika
seseorang berposisi sebagai makmum adalah membiarkan Imaam sujud
terlebih dahulu baru kemudian setelah itu makmum turun untuk sujud.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al
Bukhoory no: 690 dan Al Imaam Muslim no: 474, dari riwayat Al Baroo’ bin
Al ‘Aazib رضي الله عنه, bahwa:
إِذَا قَالَ سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَقَعَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم سَاجِدًا ثُمَّ نَقَعُ سُجُودًا بَعْدَهُ
Artinya:
“
Apabila beliau (Nabi) صلى الله عليه وسلم
mengatakan “Sami Alloohu liman hamidah” maka tidak seorangpun dari kami mencondongkan punggungnya sehingga Nabi صلى الله عليه وسلم
sujud terlebih dahulu, baru kemudian kami bersujud setelahnya.”
E) POSISI TUBUH SAAT SUJUD
- Dahi bersamaan satu paket dengan ujung hidung, ditempelkan ke tempat sujud
- Telapak kaki belakang merapat dan tegak lurus
- Paha lurus, tidak berhimpit dengan betis ataupun perut
- Posisi tangan merenggang, jika memungkinkan. Tangan merenggang
dari dada, telapak tangan sejajar seperti posisi jari-jemari saat
sedang TakbiIrotul Ihroom. Dan jari jemari tidaklah merapat, dan tidak
pula sangat merenggang.
Posisi tubuh saat sujud tersebut adalah sebagaimana dalil-dalil berikut ini:
E-1) DIATAS 7 (TUJUH) ANGGOTA BADAN
Hal ini adalah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory
no: 815 dan Al Imaam Muslim no: 490, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbas
رضي الله عنه, beliau berkata:
أُمِرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ ، وَلاَ يَكُفَّ ثَوْبَهُ ، وَلاَ شَعَرَهُ
Artinya:
“
Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم
diperintahkan untuk sujud diatas 7 (tujuh) tulang dan tidak menyingkap bajunya dan rambutnya.”
E-2) KEPALA DIANTARA KEDUA TELAPAK TANGANNYA
Ketika sujud maka hendaknya seorang Muslim meletakkan kepala diantara
kedua telapak tangannya, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam
Muslim no: 401 dari Shohabat Wa’il bin Hujr رضي الله عنه, dimana
dijelaskan bahwa:
فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ
Artinya:
“
Ketika beliau (Nabi) صلى الله عليه وسلم
bersujud, beliau صلى الله عليه وسلم
bersujud diantara kedua telapak tangannya.”
E-3) MERENGGANGKAN JARI DAN LENGAN
Adapun keadaan kedua tangan saat sujud dijelaskan dalam Hadits
Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 390 dan Al Imaam Muslim no: 495, dari
Shohabat ‘Abdullooh bin Maalik bin Buhainah رضي الله عنه, bahwa:
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا صَلَّى فَرَّجَ بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ بَيَاضُ إِبْطَيْهِ
Artinya:
“
Nabiصلى الله عليه وسلم
jika sholat, merenggangkan kedua tangannya hingga nampak putih ketiaknya.”
E-4) TEGAP DAN TIDAK MALAS
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 822 dan
Imaam Muslim no: 493, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ ، وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
Artinya:
“
Luruslah kalian dalam sujud dan jangan lah seorang dari kalian menghamparkan kedua sikunya seperti anjing.”
Kemudian dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 494, dari Al Baroo’
bin Al Azib رضي الله عنه, beliau berkata, bahwa Rosuulullooh صلى الله
عليه وسلم bersabda:
إذا سجدت فضع كفيك وارفع مرفقيك
Artinya:
“
Jika kamu sujud maka letakkanlah kedua telapak tanganmu dan angkat kedua sikumu.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i dalam
As Sunnan Al Kubro no: 688 melalui Shohabat Abu Humaid As Saa’idy رضي الله عنه, berkata:
كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا هوى إلى الأرض ساجدا جافى عضديه عن أبطيه وفتح أصابع رجليه
Artinya:
“
Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم
jika
turun ke tanah menuju sujud maka beliau merenggangkan kedua lengan
tangannya dari dua ketiaknya. Dan membuka jari kedua kakinya.”
E-5) KEDUA TUMIT RAPAT
Hal ini dijelaskan melalui apa yang terjadi pada ‘Aa’isyah رضي الله عنها, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim dalam
Shohiih-nya
no: 486, dimana ketika beliau رضي الله عنها terbangun di malam hari
lalu mencari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (dalam keadaan gelap), maka
‘Aa’isyah رضي الله عنها berkata:
فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ
Artinya:
“
Maka tanganku tiba-tiba menyentuh pada kedua telapak kaki Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
. Beliau صلى الله عليه وسلم
sedang di masjid, dan kedua telapak kaki beliau صلى الله عليه وسلم
itu tegak berdiri (dalam keadaan rapat).”
Hal serupa dikuatkan oleh riwayat lain sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Hakim dalam Kitab
Al Mustadrok no: 832, dimana beliau mengatakan, “
Hadits
ini Shohiih memenuhi syarat Shohiih Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam
Muslim, tetapi keduanya tidak mengeluarkannya dengan redaksi ini; dan saya tidak tahu seorangpun yang menyebutkan penggabungan kedua tumit dalam sujud, selain dalam Hadits ini.”
Juga Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imaam Ibnu Huzaimah dalam
Shohiih-nya no: 654, dan Syaikh Al A’dzomy mengatakan Sanadnya
Shohiih.
Bahwa ‘Aa’isyah رضي الله عنها berkata:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي
فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ ، مُسْتَقْبِلاً بِأَطْرَافِ
أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ
Artinya:
“
Suatu malam aku kehilangan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
, padahal semula beliau صلى الله عليه وسلم
seranjang denganku. Tiba-tiba aku temui beliau صلى الله عليه وسلم
dalam keadaan sujud, merapatkan kedua tumit kakinya, menghadapkan jari-jemari kakinya kearah Kiblat.”
7. DUDUK ANTARA 2 SUJUD
Apabila seorang yang sholat selesai melakukan sujud yang pertama,
kemudian bangun dan menjelang sujud yang kedua, dalam setiap rakaat ;
tentunya melakukan posisi Duduk. Dimana posisi duduk ini disebut Duduk
antara 2 Sujud.
Dan Duduk antara 2 Sujud ini hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Pandangan mata ke tempat sujud
- Duduk diatas telapak kaki kiri.
- Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
- Telapak tangan kanan diatas paha kanan dan telapak tangan kiri berada diatas paha kiri.
Imaam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata dalam Kitab “
Zaadul Ma’ad” Jilid I halaman 230: “
Kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
mengangkat kepalanya (dari sujud) sembari bertakbir tanpa mengangkat kedua tangannya, dan beliau صلى الله عليه وسلم
melalukan itu sebelum mengangkat kedua tangannya, kemudian duduk dengan menghamparkan kaki kiri, lalu mendudukinya dan menegakkan kaki kanannya.”
Dan sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al ‘Utsaimin, yang terdapat didalam “
Koleksi Fatwa dan Risalah” beliau Jilid XIII halaman 144, beliau berkata: “
Yang saya tahu tidak ada dalil yang menunjukkan adanya perbedaan antara Duduk Tasyahhud dengan Duduk antara Dua Sujud.”
8. DUDUK ISTIRAHAT
Adapun jika kita bangun dari rakaat ganjil, maka disunnahkan untuk
melakukan Duduk Istirahat sejenak sebelum bangun. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 823, dari
Shohabat Maalik bin Al Huwairits رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه
وسلم :
فَإِذَا كَانَ فِي وِتْرٍ مِنْ صَلاَتِهِ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا
Artinya:
“
Apabila dalam Sholat rakaat ganjil, maka beliau صلى الله عليه وسلم
tidak langsung bangun sehingga beliau صلى الله عليه وسلم
duduk lurus (duduk istirahat) terlebih dahulu.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 824, masih melalui Maalik bin Al Huwairits رضي الله عنه:
وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ ، عَنِ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الأَرْضِ ثمَّ قَامَ
Artinya:
“
Dan apabila mengangkat kepalanya dari sujud kedua, maka beliau صلى الله عليه وسلم
duduk (duduk istirahat) dan bertumpu pada bumi, kemudian bangun.”
9. TASYAHHUD
Adapun tentang Tasyahhud adalah sebagaimana dijelaskan berikut ini:
A) POSISI DUDUK SAAT TASYAHHUD
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i no: 889,
dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Wa’il bin
Hujr رضي الله عنه, beliau berkata:
قلت لأنظرن إلى صلاة رسول
الله صلى الله عليه و سلم كيف يصلي فنظرت إليه فقام فكبر ورفع يديه حتى
حاذتا بأذنيه ثم وضع يده اليمنى على كفه اليسرى والرسغ والساعد فلما أراد
أن يركع رفع يديه مثلها قال ووضع يديه على ركبتيه ثم لما رفع رأسه رفع يديه
مثلها ثم سجد فجعل كفيه بحذاء أذنيه ثم قعد وافترش رجله اليسرى ووضع كفه
اليسرى على فخذه وركبته اليسرى وجعل حد مرفقه الأيمن على فخذه اليمنى ثم قبض اثنتين من أصابعه وحلق حلقة ثم رفع إصبعه فرأيته يحركها يدعو بها
Artinya:
“
Sungguh aku melihat pada sholat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
bagaimana beliau صلى الله عليه وسلم
sholat lalu beliau صلى الله عليه وسلم
berdiri, kemudian bertakbir, kemudian mengangkat kedua tangannya
sehingga sejajar dengan kedua telinganya, kemudian meletakkan tangan
kanannya diatas telapak tangan kirinya dan pergelangan dan punggung
lengan bawah tangan kirinya. Dan ketika hendak rukuu’ beliau صلى الله عليه وسلم
mengangkat kedua tangannya seperti itu, kemudian meletakkan kedua tangannya diatas kedua lututnya, kemudian ketika beliau صلى الله عليه وسلم
mengangkat kepalanya dari rukuu’ melakukan hal yang sama, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم
sujud lalu mensejajarkan kedua telapak tangannya dengan telinganya, kemudian duduk
dan ber-iftirosy (menghamparkan kaki kirinya) dan meletakkan telapak
tangan kirinya diatas pahanya dan lututnya yang kiri, dan menjadikan
siku tangan kanannya diatas paha kanannya, kemudian menggenggam dua dari
jarinya dan membentuk lingkaran, kemudian mengangkat jarinya. Aku lihat
menggerak-gerakkannya saat berdoa.”
B) DUDUK IFTIROSY SAAT TASYAHHUD AWAL
Dalam Tasyahhud Awal hendaknya seorang yang sedang sholat
memposisikan dirinya dalam sikap Iftirosy, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 498, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa:
وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
Artinya:
“
Nabi صلى الله عليه وسلم
menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.”
Duduk
Iftirosy tersebut dapat digambarkan sebagaimana berikut ini :
- Duduk diatas telapak kaki kiri
- Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
C) DUDUK TAWARRUK SAAT TASYAHHUD AKHIR
Dalam Tasyahud Akhir ini, seorang yang sedang sholat
hendaknya memposisikan dirinya dalam sikap Tawarruk, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 579, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Az Zubair رضي الله عنه, beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم إِذَا قَعَدَ فِى الصَّلاَةِ جَعَلَ قَدَمَهُ
الْيُسْرَى بَيْنَ فَخِذِهِ وَسَاقِهِ وَفَرَشَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى
وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ
الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
Artinya:
“
Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
apabila duduk dalam sholat (Tasyahhud Akhir), beliau صلى الله عليه وسلم
mengedepankan
kaki kirinya (mengeluarkan kaki kirinya) diantara pahanya dan betisnya,
dan menghamparkan kaki kanannya dan meletakkan tangan kirinya diatas
lutur kirinya. Dan meletakkan tangan kanannya diatas paha kanannya,
sembari memberi isyarat dengan telunjuknya.”
Duduk
Tawarruk tersebut dapat digambarkan sebagaimana berikut ini :
- Duduk diatas lantai (sajadah).
- Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
- Ujung kaki kiri diposisikan dibawah betis kaki kanan. Nampak ujung-ujung jarinya.
D) PANDANGAN MATA SAAT TASYAHHUD
Sedangkan pandangan mata saat duduk Tasyahhud tersebut adalah
diarahkan ke jari telunjuk tangan kanan, sebagaimana dijelaskan dalam
Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i no: 1160, dishohiihkan oleh Syaikh
Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Wa’il bin Hujr رضي الله عنه, bahwa
beliau صلى الله عليه وسلم :
وضع يده اليمنى على فخذه اليمنى وأشار بأصبعه التي تلي الإبهام في القبلة ورمى ببصره إليها
Artinya:
“
Meletakkan tangan kanannya diatas paha kanannya dan
memberi isyarat dengan telunjuknya kearah Kiblat sembari mengarahkan
pandangannya padanya (pada telunjuk tangannya).”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’I no: 1275 dan Al Imaam
Abu Daawud no: 990, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany,
dari Shohabat ‘Abdullooh bin Az Zubair رضي الله عنه, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ
إِذَا قَعَدَ فِي التَّشَهُّدِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ
الْيُسْرَى ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ لاَ يُجَاوِزُ بَصَرُهُ
إِشَارَتَهُ
Artinya:
“
Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
apabila duduk dalam Tasyahud maka beliau صلى الله عليه وسلم
meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya dan memberi isyarat dengan telunjuknya dan pandangannya tidak melewati isyarat telunjuknya.”
E) POSISI PELETAKAN TANGAN SAAT TASYAHHUD
Sedangkan posisi peletakan tangan saat Tasyahhud tersebut adalah
sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no:
294, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat
‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه:
أن النبي صلى الله عليه و
سلم كان إذا جلس في الصلاة وضع يده اليمنى على ركبته ورفع إصبعه التي تلي
الإبهام اليمنى يدعو بها ويده اليسرى على ركبته باسطها عليه
Artinya:
“
Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم
apabila duduk dalam sholat, beliauصلى الله عليه وسلم
meletakkan
tangan kanannya diatas lututnya dan mengangkat telunjuknya yang kanan
ketika berdo’a dan menghamparkan tangan kirinya diatas lututnya.”
E-1)
Posisi peletakan tangan saat Tasyahhud Awal dapat digambarkan sebagaimana berikut ini:
- Telapak tangan kiri diatas lutut kiri.
- Telapak tangan kanan sembari menunjuk kearah Kiblat. Dengan
menempelkan ujung ibu jari ke ujung jari tengah. Atau seperti orang
menunjuk.
- Pandangan mata tertuju pada ujung jari telunjuk.
E-2)
Sedangkan posisi peletakan tangan saat Tasyahhud Akhir dapat digambarkan sebagaimana berikut ini:
- Telapak tangan kiri diatas lutut kiri.
- Telapak tangan kanan sembari menunjuk kearah Kiblat. Dengan
menempelkan ujung ibu jari ke ujung jari tengah. Atau seperti orang
menunjuk.
- Pandangan mata tertuju pada ujung jari telunjuk.
F) KEADAAN JARI-JEMARI TANGAN KANAN SAAT TASYAHHUD
Adapun keadaan jari jemari tangan kanan saat tasyahhud tersebut adalah membentuk angka 53, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 6153, menurut Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth sanadnya
Shohiih
memenuhi syarat Al Imaam Muslim, para perowinya terpercaya, termasuk
para perowi Al Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim kecuali Hammad bin
Salamah, beliau termasuk perowi Shohiih Muslim; dari Shohabat ‘Abdullooh
bin ‘Umar رضي الله عنه :
أن النبي صلى الله عليه و
سلم كان إذا قعد يتشهد وضع يده اليسرى على ركبته اليسرى ووضع يده اليمنى
على ركبته اليمنى وعقد ثلاثا وخمسين ودعا
Artinya:
“
Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم
apabila duduk bertasyahhud beliau meletakkan tangan kirinya diatas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya diatas lutut kanannya dan membentuk angka 53 kemudian berdoa.”
Atau menggenggamkan seluruh jemari tangan kanan dan menunjuk dengan telunjuknya, dan meletakkannya diatas paha kanannya;
lalu meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya. Sebagaimana
hal tersebut dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 580,
dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, dimana didalam riwayat itu
dijelaskan bahwa:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم يَصْنَعُ قَالَ كَانَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ
وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ
كُلَّهَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الَّتِى تَلِى الإِبْهَامَ وَوَضَعَ
كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى
Artinya:
“
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
apabila duduk dalam sholat maka beliau صلى الله عليه وسلم
meletakkan telapak tangan kanannya diatas paha kanannya dengan menggenggam seluruh jarinya dan menunjuk dengan telunjuknya, dan meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya.”
10. LAMANYA GERAKAN SHOLAT :
Gerakan sholat tersebut dilaksanakan dalam waktu yang mendekati sama
lamanya. Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Al Imaam Al
Bukhoory no: 801 dan Al Imaam Muslim no: 471, dari Shohabat Al Baroo’
bin Azib رضي الله عنه, beliau berkata:
كَانَ رُكُوعُ النَّبِيِّ
صلى الله عليه وسلم وَسُجُودُهُ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ
الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاء
Artinya:
“
Adalah rukuu’ dan sujudnya Nabi صلى الله عليه وسلم
itu dan ketika beliau صلى الله عليه وسلم
mengangkat kepalanya dari rukuu’ dan duduk antara dua sujud; lamanya adalah mendekati sama.”
Juga sebagaimana dalam Hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Al
Imaam Muslim no: 397, melalui salah seorang Shohabat yakni Abu Hurairoh
رضي الله عنه, bahwa:
دَخَلَ الْمَسْجِدَ
فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم فَرَدَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- السَّلاَمَ
قَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ». فَرَجَعَ الرَّجُلُ
فَصَلَّى كَمَا كَانَ صَلَّى ثُمَّ جَاءَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه
وسلم- فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
وَعَلَيْكَ السَّلاَمُ ». ثُمَّ قَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ
تُصَلِّ ». حَتَّى فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ الرَّجُلُ
وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَ هَذَا عَلِّمْنِى.
قَالَ « إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا
تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ
رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى
تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ
افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا
Artinya:
“Ada seseorang masuk kedalam Masjid kemudian sholat, kemudian datang
kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberi salam, kemudian
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab salamnya sembari berkata
, “Ulanglah sholatmu, sesungguhnya kamu belum sholat.”
Maka kembalilah orang tersebut mengulang sholatnya, sebagaimana dia
sholat pertama kali. Kemudian ia datang kembali kepada Nabi صلى الله
عليه وسلم dan memberi salam. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun
menjawab salamnya, kemudian mengatakan, “
Ulanglah sholatmu, sebab kamu belum sholat.”
Diulangnya lagi perbuatan itu hingga tiga kali, sehingga orang itu mengatakan, “
Demi Yang mengutusmu dengan kebenaran, sungguh aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Maka ajarilah aku.”
Maka bersabdalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “
Jika kamu berdiri untuk sholat, maka bertakbirlah.
Kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an.
Kemudian rukuu’-lah kamu sehingga kamu rukuu’ dalam keadaan thuma’ninah.
Kemudian bangunlah kamu dari rukuu’-mu sehingga kamu ber-I’tidaal dalam keadaan thuma’ninah.
Kemudian sujudlah kamu sehingga kamu bersujud dalam keadaan thuma’ninah.
Kemudian bangkitlah kamu dari sujud, sehingga kamu duduk dalam keadaan thuma’ninah.
Dan lakukanlah yang demikian itu dalam seluruh sholatmu.”
11. SALAM
Adapun ketika Salam, hendaknya seseorang memalingkan kepalanya ke
kanan hingga putih pipinya terlihat, kemudian memalingkan kepalanya ke
kiri hingga putih pipinya terlihat oleh orang dibelakangnya.
Hal tersebut adalah sebagaimana dijelaskan dalam dalil berikut ini:
Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i dalam
As Sunnan Al Kubro no: 1248, dan dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam
Shohiih Sunnan An Nasaa’i no: 1324, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه:
أَنَّهُ كَانَ يُسَلِّمُ
عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ : السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
، السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ
مِنْ هَاهُنَا وَبَيَاضُ خَدِّهِ مِنْ هَاهُنَا
Artinya:
“
Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersalam ke kanan dan ke kiri
dengan mengatakan “Assalamu’alaikum Warohmatullooh”, “Assalamu’alaikum Warohmatullooh” sehingga terlihat putih pipinya dari sini dan putih pipinya dari sini.”
Demikianlah apa yang menjadi tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
terhadap Gerakan Sholat bagi kaum Muslimin. Adapun apa yang mesti
dibaca dikala sholat tersebut, maka silakan merujuk pada kajian tentang :
“
BACAAN SHOLAT (Bagian ke-1 sampai dengan Bagian ke-5)“, juga kajian “
DZIKIR DAN DO’A SETELAH SHOLAT FARDHU”sekian terima kasih.